Lombok Timur, NTB – Di balik indahnya perbukitan dan sawah yang menghijau di Kecamatan Terara, tersimpan kisah inspiratif dari seorang perempuan tangguh bernama Inaq Alfin. Berasal dari Dusun Sayang, Desa Rarang Batas, Inaq Alfin telah puluhan tahun menekuni kerajinan anyaman rotan, sebuah warisan budaya yang mulai jarang ditemui di era modern ini.
Warisan Budaya yang Tetap Bertahan
Sejak kecil, Inaq Alfin sudah akrab dengan rotan. Ia belajar langsung dari ibunya, yang juga seorang pengerajin. Keahlian menganyam rotan menjadi wadah, tikar, keranjang, dan berbagai perlengkapan rumah tangga bukan hanya sekadar mata pencaharian, tetapi juga bagian dari identitas budaya masyarakat Sasak.
“Ini bukan hanya soal membuat barang untuk dijual, tapi menjaga tradisi agar tidak punah,” ujar Inaq Alfin sambil tangannya cekatan merajut rotan menjadi tas anyaman yang cantik.
Proses yang Penuh Ketelitian
Proses pembuatan anyaman rotan bukan pekerjaan yang mudah. Rotan yang digunakan harus dipilih secara khusus, kemudian direndam, dikeringkan, dan dipotong sesuai ukuran. Setelah itu, baru proses penganyaman dimulai—proses yang memerlukan ketelitian, kesabaran, dan keterampilan tinggi.
Setiap produk buatan Inaq Alfin memiliki motif dan bentuk yang khas. Ia tidak hanya mempertahankan desain tradisional, tetapi juga berinovasi sesuai dengan permintaan pasar modern, seperti membuat tas tangan, tempat tisu, hingga perabot rumah tangga bernilai estetika tinggi.
Usaha Mandiri dan Pemberdayaan Perempuan
Tak hanya bekerja sendiri, Inaq Alfin juga mulai melibatkan perempuan-perempuan di sekitarnya. Ia membentuk kelompok kecil pengrajin di dusunnya untuk saling berbagi ilmu, memperluas produksi, dan meningkatkan penghasilan keluarga. Inisiatif ini mendapat sambutan baik dari masyarakat maupun pemerintah desa.
“Dengan menganyam, ibu-ibu di dusun kami bisa bekerja dari rumah sambil tetap menjaga anak-anak. Ini sangat membantu ekonomi keluarga,” kata Inaq Alfin.
Tantangan dan Harapan
Meski kualitas produk anyaman rotan dari Lombok Timur tidak kalah dengan daerah lain, para pengrajin seperti Inaq Alfin masih menghadapi tantangan dalam hal pemasaran, akses bahan baku, dan pelatihan peningkatan keterampilan.
“Kami butuh dukungan dari pemerintah dan masyarakat agar kerajinan ini bisa lebih dikenal luas, bahkan menembus pasar nasional dan internasional,” ungkapnya.
Menuju Pasar Digital
Dalam beberapa tahun terakhir, Inaq Alfin mulai memanfaatkan media sosial dan marketplace lokal untuk memasarkan produknya. Beberapa pembeli dari luar daerah bahkan luar negeri mulai melirik karyanya karena keunikan dan kualitas anyamannya.
“Sekarang, ada pesanan dari Bali, Jakarta, bahkan Malaysia. Tapi kami tetap buat dengan tangan, tidak pakai mesin, karena nilai seninya ada di situ,” tuturnya bangga.
Dukungan yang Dibutuhkan
Cerita perjuangan Inaq Alfin adalah gambaran nyata bagaimana kerajinan tradisional dapat menjadi pilar ekonomi masyarakat lokal jika diberi ruang untuk berkembang. Dukungan dari pemerintah daerah, komunitas kreatif, dan konsumen lokal sangat dibutuhkan untuk menjaga semangat dan keberlanjutan usaha kecil seperti yang dijalankan oleh Inaq Alfin.
Kerajinan tangan adalah bahasa dari budaya. Dengan mendukung pengrajin lokal, kita turut menjaga warisan dan memperkuat ekonomi desa.