Mataram — Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhamad Iqbal, menegaskan komitmennya melakukan reformasi menyeluruh terhadap tata kelola aset daerah. Langkah tersebut diwujudkan melalui kebijakan moratorium hibah aset daerah serta pengalihan kendaraan dinas ke sistem sewa mobil listrik mulai tahun 2026.
Penegasan itu disampaikan Gubernur NTB usai menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2025 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi NTB di Mataram, Selasa (23/12).
Dalam sambutannya, Gubernur menyambut baik hasil pemeriksaan BPK dan memandang audit sebagai momentum penting untuk melakukan perbaikan mendasar dalam tata kelola pemerintahan. Ia menegaskan sikap terbuka terhadap kritik dan temuan sebagai bagian dari proses perubahan.
“Alhamdulillah saya ini orang yang agak aneh. Saya tuh orang yang sangat happy kalau diaudit. Apa pun boroknya dibuka kita senang, karena tidak mungkin kita berubah kalau kita denial dan bilang kita sudah bagus,” ujar Gubernur.
Salah satu perhatian utama Gubernur adalah inefisiensi pengelolaan aset bergerak, khususnya kendaraan dinas. Ia mengungkapkan bahwa biaya pemeliharaan kendaraan dinas Pemerintah Provinsi NTB sebelumnya mencapai sekitar Rp19 miliar per tahun, kondisi yang dinilai berpotensi menimbulkan pemborosan dan moral hazard.
“Dulu pengeluaran kami untuk pemeliharaan kendaraan itu sekitar 19 miliar per tahun. Yang terjadi akhirnya moral hazard,” ungkapnya.
Sebagai langkah korektif, Gubernur memastikan bahwa mulai 1 Januari 2026, Pemerintah Provinsi NTB akan beralih dari sistem kepemilikan kendaraan dinas menjadi mekanisme sewa, dengan prioritas penggunaan mobil listrik yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
“Mulai 1 Januari nanti, insya Allah kita sudah sewa mobil, mobil listrik. Core business-nya pemerintah daerah itu bukan mengurus mobil, tetapi pelayanan publik,” tegasnya.
Selain kebijakan kendaraan dinas, Gubernur juga memutuskan untuk memberlakukan moratorium hibah aset tanah dan bangunan milik pemerintah daerah. Kebijakan ini diambil guna mencegah berkurangnya aset daerah secara tidak terkontrol dan memastikan pemanfaatannya tetap memberi nilai strategis bagi pemerintah daerah.
“Kami moratorium hibah dulu. Kalau memang ada yayasan yang butuh silakan pinjam, tapi harus jelas kontraknya. Jangan dipindahkan kepemilikannya melalui mekanisme hibah. Itu yang kita cegah,” jelas Gubernur.
Di bidang transformasi digital, Gubernur turut menyoroti lemahnya integrasi sistem antar perangkat daerah yang disebabkan belum adanya arsitektur digital yang terpadu. Ia menilai kondisi tersebut menghambat efektivitas pelayanan publik dan pengelolaan data pemerintahan.
Menutup arahannya, Gubernur juga memberikan catatan struktural terkait pengelolaan aset daerah. Menurutnya, pengelolaan aset tidak ideal jika berada di bawah Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) yang berorientasi pada pengeluaran. Ia mendorong agar pengelolaan aset ke depan berada di bawah Bapenda atau badan khusus yang berorientasi pada optimalisasi pendapatan daerah.
Kegiatan tersebut turut dihadiri Kepala BPK Perwakilan NTB Suparwadi, Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda, Inspektur Provinsi NTB Budi Herman, serta Kepala BPKAD Provinsi NTB Nursalim.










