Home / Ragam / Sosial / Gubernur NTB: Kritik Adalah Obat Agar Kekuasaan Tak Buta Arah

Gubernur NTB: Kritik Adalah Obat Agar Kekuasaan Tak Buta Arah

Mataram, 9 September 2025 – Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhamad Iqbal, menyampaikan pandangan tegas mengenai pentingnya kritik sebagai sarana kontrol terhadap kekuasaan. Hal ini disampaikan saat menghadiri kegiatan Mimbar Rakyat yang digelar oleh Cipayung Plus NTB, Selasa (9/9) sore.

Dalam forum bertajuk “Suara Rakyat, dari Jalan ke Kebijakan, Apakah Didengar?”, perwakilan organisasi mahasiswa menyampaikan berbagai aspirasi strategis kepada Pemerintah Provinsi NTB. Isu yang diangkat meliputi evaluasi perda terkait kendaraan dinas dan tunjangan DPRD, pengentasan kemiskinan ekstrem, pengembangan ekonomi non-tambang, hingga desakan atas konsistensi penerapan meritokrasi.

Menanggapi hal itu, Gubernur Iqbal menyambut positif kritik yang dilontarkan. Ia menegaskan bahwa kritik adalah bagian dari sistem demokrasi yang sehat dan merupakan cara untuk menjaga kekuasaan tetap pada jalurnya.

“Saya tidak anti kritik. Justru saya senang dikritik. Sebagai mantan aktivis, saya paham betul nilai-nilai demokrasi. Kritik itu penting, karena kekuasaan tanpa kontrol akan mudah tergelincir,” ujar Iqbal.

Gubernur juga menegaskan bahwa aspirasi mahasiswa yang sebelumnya disuarakan lewat aksi pada 1 September lalu sudah diteruskan ke Menteri Dalam Negeri tanpa disunting sedikit pun.

Lebih jauh, Iqbal mengutip pepatah terkenal, “Power tends to corrupt”, seraya menegaskan bahwa ruang-ruang seperti Mimbar Rakyat adalah bagian penting dari pengawasan publik.

“Kalau kekuasaan tidak dijaga, tidak dikritik, maka kecenderungannya adalah korupsi. Saya ingin forum seperti ini terus berjalan. Tidak harus rutin, tapi pasti akan ada pertemuan-pertemuan berikutnya,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Iqbal juga menyinggung soal dinamika demokrasi Indonesia. Ia membandingkan kemajuan keterlibatan perempuan dalam politik di Tanah Air dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, sembari mengingatkan bahwa Indonesia masih berada dalam fase belajar sebagai bangsa merdeka.

“Kita ini baru 80 tahun merdeka, masih muda sebagai negara. Wajar kalau ada kekurangan. Tapi yang penting, kita terus berproses dan membuka diri terhadap suara rakyat,” pungkasnya.

Forum Mimbar Rakyat ini menjadi penanda penting bahwa komunikasi dua arah antara mahasiswa dan pemerintah daerah tetap hidup. Aspirasi dari jalanan kini mulai masuk ke ruang-ruang kebijakan — dan didengarkan langsung oleh pemegang kekuasaan.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *