Jakarta, 27 September 2025 β Sebuah pernyataan mengejutkan datang dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dalam wawancara yang kini viral, Sigit secara terbuka menyampaikan bahwa dirinya tengah mempertimbangkan untuk mundur dari jabatannya sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Ya, saya juga bukannya tidak mendengar, dan kemudian tidak berpikir, untuk apakah saya harus mengundurkan diri? Ataukah saya harus bertahan? Dan ini kemudian menjadi polemik, dan juga menjadi satu hal yang juga itu menjadi bagian dari beban yang saya pikirkan,” ungkap Sigit dengan nada serius.
Pernyataan tersebut sontak memicu reaksi luas dari publik, pengamat hukum, hingga elite politik. Banyak yang menilai bahwa pernyataan Sigit mengindikasikan adanya tekanan besar, baik dari internal institusi maupun sorotan tajam masyarakat terhadap kinerja Polri.
Simbol Beban Kepemimpinan
Sebagian pengamat melihat bahwa pernyataan ini adalah bentuk kejujuran emosional dari seorang pemimpin yang sedang berada dalam pusaran tekanan. Sorotan publik atas berbagai kasus besar, seperti dugaan pelanggaran etik, transparansi penegakan hukum, dan profesionalisme aparat, menjadi latar yang tak bisa dipisahkan dari pernyataan tersebut.
βIni alarm keras. Kapolri secara terbuka berbicara soal kemungkinan mundur, itu bukan hal biasa. Ini harus dibaca sebagai sinyal darurat pembenahan,β ujar seorang analis politik dari Jakarta.
Respons Pemerintah Ditunggu
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Istana Negara maupun Menko Polhukam terkait kemungkinan pengunduran diri tersebut. Namun berbagai pihak mendorong agar pernyataan Kapolri menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan reformasi di tubuh Polri.
Jika Jenderal Sigit benar-benar memilih mundur, hal ini akan menjadi sejarah penting dalam transisi kepemimpinan institusi Polri. Namun jika ia memutuskan untuk bertahan, maka publik menantikan gebrakan konkret yang dapat memperbaiki citra dan kinerja kepolisian di tengah sorotan yang terus meningkat.