Home / Daerah / Lombok Timur / Tarian Anco-Anco Disorot! Tradisi Nyongkolan Lombok Dinilai Makin Vulgar dan Tak Mendidik

Tarian Anco-Anco Disorot! Tradisi Nyongkolan Lombok Dinilai Makin Vulgar dan Tak Mendidik

Lombok, 12 September 2025 – Tarian Anco-Anco, yang selama ini menjadi bagian dari kemeriahan tradisi nyongkolan di Pulau Lombok, kini berada di bawah sorotan tajam. Alih-alih menjadi tontonan budaya yang mendidik, tarian ini justru dikecam karena dinilai semakin vulgar dan sarat unsur pornografi.

Di berbagai hajatan pernikahan, tarian Anco-Anco kini sering dipertontonkan dengan gerakan erotis, diiringi musik remix keras, dan tanpa batasan penonton, termasuk anak-anak.

“Kami tidak anti budaya, tapi ini sudah keterlaluan. Tarian semacam ini ditonton oleh keluarga, anak-anak, bahkan dilakukan di jalan umum,” keluh H. Lalu S., seorang tokoh adat di Lombok Timur.

Tradisi atau Eksploitasi Hiburan?

Nyongkolan, yang sejatinya adalah arak-arakan pengantin yang mengusung nilai kebersamaan dan penghormatan kepada keluarga, kini dinilai mulai bergeser menjadi ajang hiburan bebas yang kebablasan.

Warga mempertanyakan:
Apakah tarian Anco-Anco masih layak dipertahankan dalam bentuknya yang sekarang?
Atau sudah saatnya dibatasi, direvisi, atau bahkan dilarang tampil di ruang publik?

Desakan untuk Regulasi dan Pengawasan

Fenomena ini memicu seruan kepada pemerintah daerah, Dinas Kebudayaan, tokoh agama, dan aparat desa untuk segera:

  • Menyusun aturan tegas terkait pertunjukan publik
  • Menyaring konten budaya yang ditampilkan di acara nyongkolan
  • Mengedukasi seniman lokal untuk kembali pada pakem budaya yang bermoral

“Budaya harus jadi alat mendidik, bukan merusak. Kalau tidak ada tindakan, generasi muda kita akan terbiasa dengan tontonan yang tidak pantas,” tambah salah satu guru PAUD di Pringgabaya.

Ruang Publik Bukan Tempat Bebas Tanpa Etika

Meski tidak semua pertunjukan Anco-Anco bersifat vulgar, namun minimnya pengawasan dan tidak adanya batasan norma membuat sebagian oknum penyelenggara acara seenaknya menampilkan pertunjukan yang dinilai tidak senonoh.

Wacana penertiban sudah mulai menggema di beberapa desa, termasuk dengan melibatkan tokoh adat untuk merumuskan ulang batasan kesenian dalam tradisi lokal.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *